.:: FORUM BETAWI REMPUG ::.

            >>> Korwil Kota Tangerang <<<

Lembaga-lembaga bantuan hukum yang berada di bawah organisasi kemasyarakatan (ormas) harus tunduk dan patuh terhadap mekanisme pemberian bantuan hukum. Lembaga bantuan hukum di bawah ormas termasuk kategori pemberi bantuan hukum. Karena itu, mereka juga akan menghadapi proses verifikasi dan akreditasi yang akan dilakukan panitia bentukan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Berdasarkan UU No 8 Tahun 1985, organisasi kemasyarakatan merupakan wadah penyalur kegiatan sesuai kepentingan anggota dan wadah pembinaan dan pengembangan anggota dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi. Pembinaan terhadap ormas dilakukan oleh Pemerintah.

Akademisi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Zairin Harahap, berpendapat lembaga bantuan hukum pada ormas, baik yang independen maupun yang menjadi bagian struktur organisasi, perlu diverifikasi dan diakreditasi. Apalagi saat ini cukup banyak ormas yang memiliki lembaga bantuan hukum dengan berbagai nama.

Muhammadiyah dan NU, dua organisasi masyarakat yang punya anggota jutaan, punya lembaga sejenis. Demikian pula ormas lain semisal Komite Nasional Pemuda Indonesia, Forum Betawi Rempug (FBR) dan Kosgoro. Mau tidak mau, mereka harus siap menyambut pemberlakuan konsep verifikasi dan akreditasi.

Kesiapan lembaga bantuan hukum ormas disampaikan Amsori, Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum FBR. “Kami bersedia melaksanakan undang-undang ini,” kata pria pemegang gelar magister hukum tersebut kepada hukumonline.

Berdiri sejak 2003 LBH FBR merupakan badan otonom. Anggotanya punya izin praktik sebagai advokat. Di Jakarta, tercatat 50 advokat yang siap membantu LBH FBR. Ketua FBR hanya menjalankan fungsi pengawasan. “Kami juga sudah berbadan hukum,” tegas Amsori.

Badan hukum! Itulah syarat penting yang harus dipenuhi lembaga bantuan hukum ormas jika ingin diakui sebagai Pemberi Bantuan Hukum. Berdasarkan Pasal 8 UU Bantuan Hukum, syarat lain yang harus dipenuhi adalah memiliki kantor atau sekretariat yang tetap. Terhadap syarat ini, FBR bersedia disurvei bahkan diaudit. “Jika mau mengadakan audit, verifikasi, atau survei lokasi, kami bersedia,” tandas Amsori.

Selama ini LBH FBR lebih banyak menangani kasus pidana, terutama kasus bentrokan yang melibatkan anggota FBR. Pada dasarnya pemberian bantuan hukum bersifat free, biaya acapkali ditanggung si advokat. “Kami murni tidak minta dana dari yang lain,” kata Amsori. “Bantuan kami ikhlas membela orang yang menderita”.

Syarat lain yang diamanatkan UU Bantuan Hukum adalah memiliki pengurus dan memiliki program bantuan hukum. Lembaga bantuan hukum ormas harus memiliki pengurus yang jelas. Struktur organisasi lembaga bantuan hukum yang diinginkan UU Bantuan Hukum tak dijelaskan secara rinci. Syarat terakhir adalah terakreditasi berdasarkan mekanisme UU Bantuan Hukum. Mekanisme akreditasi masih menunggu Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Berkaitan dengan kehadiran UU Bantuan Hukum, Indonesian Legal Resource Center (ILRC) berencana mempertemukan para pemangku kepentingan pada akhir November mendatang. Pemangku kepentingan yang akan dikumpulkan terutama lembaga-lembaga bantuan hukum yang ada di kampus. Selama ini ILRC memang menaruh banyak perhatian pada klinik hukum dan lembaga konsultasi hukum di kampus.

Zairin Harahap pernah mengkritik upaya Pemerintah mempersulit langkah lembaga-lembaga bantuan hukum, terutama LBH kampus, mengadvokasi masyarakat. Verifikasi dan akreditasi dikhawatirkan menjadi alat bagi Pemerintah untuk mengendalikan dan mempersulit program-program bantuan hukum. Menurut Zairin, yang dibutuhkan saat ini adalah deregulasi pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma.

Sumber : http://pmg.hukumonline.com/

0 komentar:

Posting Komentar